Pada dasarnya, Adat Perkawinan Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan
sakral karena dalam
pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.
pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.
Berikut sedikit ulasan mengenai urut-urutan pra sampai pasca pernikahan adat Na Gok :
1. Mangarisika..
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/marhusip..
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot..
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta..
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
- Kerabat marga ibu (hula-hula)
- Kerabat marga ayah (dongan tubu)
- Anggota marga menantu (boru)
- Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
- Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk (lihat detail)
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
- Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
- Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
- Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
- Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Unea..
- Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
- Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur)
Disadur dari http://rapolo.wordpress.com/2007/12/19/tata-cara-dan-urutan-pernikahan-adat-na-gok/
- MARSIBUHA BUHAI
Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/catatan sipil/pesta adat, acara dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan,
biasanya disini ada penyerahan bunga oleh mempelai pria dan pemasangan bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan penyerahan Tudu-tudu Ni Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama, selanjutmya berangkat menuju gereja untuk pemberkatan.
Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/catatan sipil/pesta adat, acara dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan,
biasanya disini ada penyerahan bunga oleh mempelai pria dan pemasangan bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan penyerahan Tudu-tudu Ni Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama, selanjutmya berangkat menuju gereja untuk pemberkatan.
BEBERAPA Pengertian POKOK DALAM ADAT PERKAWINAN
- Suhut , kedua pihak yang punya hajatan
- Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni haushuton
- Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon.
- Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggrakan.
- Suhut naniambangan, suhut yang datang
- Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut
- Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Tobing dan Batubara).
- Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Tobing dan boru Batubara).
- Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya.
- Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah) .
- Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya.
- Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak
- Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan.
- Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu.
- Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak
- Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro
PROSESI MASUK TEMPAT ACARA ADAT
(Contoh Acara di Tempat Perempuan)
(Contoh Acara di Tempat Perempuan)
- Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan= PRW
- Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP
- Suhut Pihak Wanita = SW
- Suhut Pihak Pria = SP
- PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang
- PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula
- Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dar Hula-hula Simorangkir
-
1. Hula-hula, ……
2. Tulang, …….
3. Bona Tulang, …..
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari, ……
6. Hula-hula namarhahamaranggi:
- a …
- b….
- c….
- dst
7.Hula-hula anak manjae, … dengan permintaan agara mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Simorangkir
-
PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan
hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW
sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan
permintaan agar uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara ,
secara bersama-sama.
Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PRW pada (3). -
MENERIMA KEDATANGAN SUHUT PARANAK (SP).
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara 4), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.
PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya
-
PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu perasatu) yaitu:
1. Hula-hula, ….
2. Tulang, …..
3. Bona Tulang, ….
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari , …..
6. Hula-hula namarhaha-marnggi:
- a…….
- b …….
- c…….
- dst
7. Hula-hula anak manjae…..
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP& Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacakan PR Batubara (Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).
MENYERAHKAN TANDA MAKANAN ADAT.
(Tudu-tudu Ni Sipanganon)
(Tudu-tudu Ni Sipanganon)
Tanda makanan adat yang pokok
adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) ,
pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung
ditempatkan dalam baskom/ember besar.
Tanda makanan adat diserahkan SP
beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan
kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati
dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala
kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani
hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat
: Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia
(otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.
MENYERAHKAN DENGKE/IKAN OLEH SW
Aslinya ikan yang diberikan
adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di
Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan
khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau
berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ;
dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan
selalu beriringan/berjalan beriringan bersama)
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat
sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa
ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak
(direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar
tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.
MAKAN BERSAMA
Sebelum bersantap makan, terlebih
dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang
membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW.
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna
Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna
Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap
MEMBAGI JAMBAR/TANDA MAKANAN ADAT
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan
MANAJALO TUMPAK (SUMBANGAN TANDA KASIH)
Arti harafiah tumpak adalah
sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam
acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang
memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat
SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/
ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.
Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih)
Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih)
Setelah PRW mempersilakan, PRP
menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP
sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.
etelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya
ACARA PERCAKAPAN ADAT
MEMPERSIAPKAN PERCAKAPAN
- RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap
- Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti
MEMULAI PERCAKAPAN (PINGGAN PANUNGKUNAN) .
Pinggan Panungkunan, adalah piring yang
didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4
lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai
percakapan adat.
- PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW
- PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP
- PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.
- Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Batubara mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuan Batubara adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka
PENYERAHAN PANGGOHI/KEKURANGAN SINAMOT
- Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Batubara sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).
- Sebelum PR TOBING mengiakan lebih dulu RP TOBING meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Tobing
- Sesudah diiakan oleh PR TOBING, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut Tobing oleh Batubara.
PENYERAHAN PANANDAION.
Tujuan acara ini memperkenalkan
keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja
kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan
Secara simbolis, yang diberikan
langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau
“suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang
merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu. Dengan demikian biarpun
hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili
menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda
penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang,
masing-masing 1 orang dari tiap golngan I sampai golongan IV)
Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Tobing kepada yang bersangkutan.
PENYERAHAN TINTIN MARANGKUP
Diberikan kepada tulang /paman
penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan
adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu
Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya.
Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya.
Dengan diterimanya sebagian
sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup,
maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah
dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga
lain.
PEMBERIAN ULOS oleh Pihak Perempuan.
Dalam Adat Batak tradisi lama
atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk
menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya,
disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya
ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos,
baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus
mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada
borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang
dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia
sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.
Ujung dari ulos selalu banyak
rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang
di ujung ulos yang dibiarkan terurai)
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:
Ulos Namarhadohoan
No Uraian Yang Menerima Keterangan
A Kepada Paranak
1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria
2. Hela Pengenten
B Partodoan/Suhi Ampang Naopat
1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten
pria
2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria
pengenten pria
1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten
pria
2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria
3. Namborunya Saudara perempuan dari ayah
pengenten pria
4. Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria
Ulos Kepada Pengenten
No Uraian Yang Mangulosi
A. Dari Parboru/Partodoan
- Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita
- Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita
- Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita
- Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita
B. Hula-hula dan Tulang Parboru
- Hula-hula 1 lembar, wajib
- ulang 1 lembar, wajib
- Bona Tulang 1 lembar, wajib
- Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
C. Hula-hula dan Tulang Paranak
- Hula-hula 1 lembar, wajib
- Tulang 1 lembar, wajib
- Bona Tulang 1 lembar, wajib
- Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
MANGUNJUNGI ULAON (Menyimpulkan Acara Adat)
Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW
Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:
- Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan
- Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya
- Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP
Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.
- Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu
Kedua suhut Tobing dan Batubara, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Rja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri , dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.
- itutup dengan doa / ucapan syukur
Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan.Sesudah amin, sam-sam mengucapkan: horas ! horas ! horas !
- Bersalaman untuk pulang,, suhut na niambangan Batubara menyalami Suhut Tobing
No comments:
Post a Comment