Pernikahan adat Sunda saat ini lebih disederhanakan, sebagai akibat percampuran dengan ketentuan syariat Islam dan nilai-nilai "keparaktisan" dimana "sang penganten" ingin lebih sederhana dan tidak bertele-tele.
Adat yang biasanya dilakukan meliputi : acara pengajian, siraman
(sehari sebelumnya, acara "seren sumeren" calon pengantin. Kemudian
acara sungkeman, "nincak endog (nginjak telor), "meuleum harupat"(
membakar lidi tujuh buah), "meupeuskeun kendi" (memecahkan kendi, sawer dan "ngaleupaskeun "kanjut kunang (melepaskan pundi-pundi yang berisi uang logam).
Acara "pengajian" yang dikaitkan dan menjelang pernikahan tidak dicontohkan oleh Nabi Saw. namun ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa hal itu suatu kebaikan dengan tujuan mendapatkan keberkahan dan ridho Allah Swt yaitu melalui penyampaian "do'a".
Siraman, merupakan simbol kesangan orang tua terhadap anaknya sebagaimana dulu "anaknya ketika kecil" dimandikan kedua orang tuanya. Pada siraman itu, kedua orang tua menyiramkan air "berbau tujuh macam kembang" kepada tubuh anaknya. Konon acara siraman itu dilakukan pula terhadap calon penganten lelaki di rumahnya masing-masing. Syaerat islam tidak mengajarkan seperti itu tapi juga tidak ada larangannya. Asalkan pada acara siraman itu, si calong penganten perempuan tidak menampakan aurat (sesuai ketentuan agama Islam).
Untuk acara sungkeman yang dilakukan setelah "acara akad nikah" dilakukan oleh kedua mempelai kepada kedua orang tuanya masing-masing dengan tujuan mohon do'a restu atas akan memulainya kehidupan "bahtera rumah tangga". Sungkeman juga dilakukan kepada nenek dan kake atau saudaranya masing-masing.
Acara adat saweran yaitu, dua penganten diberi lantunan wejangan yang isinya menyangkut bagaimana hidup yang baik dan kewajiban masing-masing dalam rumah tangga. Setelah diberi lantunan wejangan, kemudian di "sawer" dengan uang logam, beras kuning, oleh kedua orang tuanya.
Nincak endog yaitu memecahkan telor oleh kaki pengantin priya dengan maksud, bahwa "pada malam" pertamanya itu, ia bersama isterinya akan "memecahkan" yang pertama kali dalam hubungan suami isteri. Kemudian acara lainnya yaitu membakar tujung batang lidi (masing-masing panjangnnya 20 cm) dan setelah dibakar, dimasukan ke air
yang terdapat dalam sebuah kendi. Setelah padam kemudian di potong bagi
dua dan lalu dibuang jauh-jauh. Sedangkan kendinya dipecahkan oleh
kedua mempelai secara bersama-sama.
Acara terakhir adat Sunda , yaitu, "Huap Lingklung dan huap deudeuh ("kasih sayang). Artinya, kedua pengantin disuapi oleh kedua orang tuanya smasing-masing sebagai tanda kasih sayang orang tua yang terakhir kali. Kemudian masing-masing mempelai saling "menyuapi" sebagai tanda kasih sayang.
Acara haup lingkun diakhir dengan saling menarik "bakakak" (ayam
seutuhnya yang telah dibakar. yang mendapatkan bagian terbanyak "konon
akan" mendapatkan rezeki banyak.
Setelah acara adat berakhir maka kedua mempelai beserta keluarganya beristirahat untuk menanti acara resepsi atau walimahan.
Pertama, tahap Nendeun Omong.
Tahap ini adalah pembicaraan orang tua kedua pihak atau siapapun yang
dipercaya jadi utusan pihak pria yang punya rencana mempersunting
seorang gadis. Sebelumnya
memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan untuk
menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat untuk
‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang
tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis untuk
menyampaikan niat. Intinya, neundeun omong (titip ucap,
menaruh perkataan atau menyimpan janji) yang menginginkan sang gadis
agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan
kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.
Kedua, tahap Lamaran.
Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari tahap
pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin dan keluarga
dekat. Hampir mirip dengan yang pertama, bedanya dalam lamaran, orang
tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan
atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), bisa
berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih
pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon
pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan
waktu dan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Ketiga, tahap Tunangan.
Tahap ini adalah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan
penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
Keempat, tahap Seserahan
(3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang,
pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
Kelima, tahap Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah). Tahap ini dilakukan sebagai berikut:
- Dipimpin Pengeuyeuk.
- Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
- Diiringi lagu kidung oleh Pangeuyeuk
- Disawer beras, agar hidup sejahtera.
- dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
- Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
- Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
- Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).
Keenam, tahap Membuat Lungkun.
Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu
memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para
tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila
berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.
Ketujuh, tahap Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
Kedepalan, tahap Upacara Prosesi Pernikahan:
- Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
- Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
- Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
- Sungkeman,
- Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
- Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
- Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
- Nincak endog (menginjak telur), pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
- Muka Panto (buka pintu). Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
No comments:
Post a Comment