Pernikahan di Minangkabau melibatkan praktik kebudayaan yang khas dan sesuai dengan adat dan budaya Minangkabau.
Lamaran
Maresek adalah langkah pertama dari proses pra-nikah di Minangkabau;
anggota keluarga calon mempelai pria akan melamar calon pengantin
wanita, yang akhirnya akan menciptakan kesepakatan bersama. Perencanaan
dan pelaksanaan pernikahan umumnya melibatkan sejumlah besar anggota keluarga, terutama dari sisi mempelai wanita. Ini merupakan adat
bagi wanita di Minangkabau dan keluarganya untuk terlibat dalam
sebagian besar rencana pernikahan, termasuk dalam lamaran pernikahan,
sesuai dengan budaya Minangkabau yang matrilineal.
Ayah dari pengantin wanita tidak terlalu memiliki andil dalam prosesi
lamaran pernikahan, karena keputusan merupakan hak prerogatif dari
keluarga ibu mempelai wanita. Keluarga ibu mempelai wanita melakukan
negosiasi dengan keluarga pengantin pria dan memutuskan persyaratan
untuk pernikahan.
Upacara pernikahan
Pernikahan di Minangkabau merupakan bagian penting dari kebudayaan orang Minangkabau,
sejumlah pakaian adat, rumah, dan perlengkapan yang terkait dengan
pernikahan direkonstruksi dan ditampilkan di museum lokal di Sumatera Barat.Pernikahan itu sendiri biasanya dilakukan dengan berbagai upacara dan tradisi selama dua minggu.Kostum pernikahannya sangat rumit. Tata cara pernikahan di Minangkabau juga tidak terlepas dari tradisi Islam.
Setelah pernikahan
Setelah menikah, kedua mempelai tidak tinggal di rumah mempelai pria,
tetapi tinggal di rumah ibu mempelai wanita. Sang suami pindah ke rumah
istrinya dengan membawa segala harta miliknya. Namun, sesuai adat
masyarakat, dia boleh tinggal bersama adik perempuannya bahkan setelah
menikah dan mengunjungi rumah istrinya hanya pada malam hari.
Karena wanita mengontrol setiap aspek kehidupan keluarga di kalangan
masyarakat Minangkabau, seorang pria lebih memilih untuk pergi ke luar
negara atau ke luar desa atau kota untuk mencari peluang yang lebih
besar demi kemajuan pribadi. Jika mereka tinggal di rumah, maka mereka
dipandang rendah sebagai pria yang lemah, penurut, dan kurang agresif.
Dengan perubahan zaman dan modernisasi, para pria di Minangkabau punya
lebih banyak kesempatan di luar rumah mereka, dan banyak pria lebih
memilih untuk pergi merantau. Hal ini juga dipraktekkan setelah seorang
pria menikah; mereka keluar dari rumah ibu mereka dan secara simbolis
mengunjungi rumah ibu mereka untuk menghormati adat matriarkal dalam
masyarakat mereka. Secara budaya, orang Minangkabau mempertahankan sistem matrilineal,
di mana wanita memiliki hak yang lebih besar daripada pria dalam
hal-hal yang berkaitan dengan harta pusaka atau warisan, keluarga, dan
pengasuhan anak. Harta warisan hanya dibagikan kepada saudara/anak
perempuan.
No comments:
Post a Comment